Pendidikan dan Karakter bangsa


Sampai saat ini kurikulum pendidikan di Indonesia telah berganti beberapa kali tergantung dari pimpinan yang berkuasa saat itu. Sudah bukan rahasia lagi istilah "ganti pimpinan ganti kurikulum " karena kenyataannya memang seperti itu. Jika di luar negeri kurikulum ditetapkan sejak awal dan hanya ditingkatkan model pembelajaran sesuai perkembangan jaman sehingga jika kita mau menengok sistem pendidikan di lingkup Asia saja maka Indonesia termasuk negara yang paling banyak berganti kurikulum. Suatu saat saya pernah berkenalan dengan seorang pekerja dari perusahaan minyak di Vietnam yang kebetulan mengikuti program pendidikan singkat tentang minyak di kota saya. Dari dia saya tahu bagaimana sistem pendidikan di sana. Betapa pemerintah sangat menghargai guru dan dosen di sana. Waktu itu tahun 1999 ketika saya masih menempuh kuliah untuk kependidikan jurusan Bahasa Inggris dan kesejahteraan guru belumlah seperti saat ini. Banyak yang saya peroleh dari pertemanan saya tersebut dan dia sangat berkeinginan untuk menjadi dosen karena memang dunia pendidikan sangat menjanjikan di sana dibanding pekerja di perusahaan perminyakan. Masih segar dalam ingatan ketika kami membeli bensin untuk motor yang kami naiki dan harga bensin waktu itu Rp 1.500/liter lalu dia berkomentar " it's cheaper than the price in my country " dan saya bertanya " how much does the gasoline price in your country?" dan dia pun menjawab " it's 4.000 dong ( mata uang vietnam ) dan itu sama nilainya dengan Rp. 4.000/liter. Karena disana memang tidak ada istilah subsidi BBM seperti di Indonesia. Kini saya baru tahu kenapa tidak ada gejolak di negara itu atau dinegara Asia lain jika ada kenaikan harga BBM karena harga minyak dunia naik Karena bagi mereka kenaikan harga BBM msih di tingkat wajar dan tidak terlalu signifikan. Sampai saat ini saya masih menjalin hubungan dengan teman dari Vietnam tersebut yang ternyata sekarang dia sudah benar-benar beralih profesi menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi terkenal di Vietnam dan saat ini dia dan juga istrinya sedang menempuh gelar Doktor di Jerman karena mendapat bea siswa dari perguruan tinggi tempat dia mengajar. Wow.....
Kembali ke topik tulisan saya kali ini. Baru-baru ini Kemdikbud sudah mengumumkan bahwa kurikulum pendidikan Indonesia akan diganti yaitu Kurikulum 2013 yang setelah saya baca pedomannya disana terdapat penekanan pada pendidikan karakter yang akhir-akhir ini memang sudah mulai luntur dan juga pembelajaran dipusatkan pada  siswa dan bukan pada guru. Sebagai guru yang sudah biasa menyusun perangkat pembelajaran juga memahami maksud pemerintah untuk mengembalikan karakter bangsa ini menjadi karakter yang mencerminkan bangsa Indonesia yang asli. Tapi apakah semudah itu kita bisa mengubah karakter siswa didik kita yang sudah terlanjur terkontaminasi dengan West culture dan juga K-pop yang begitu menggebu-gebu menyerbu generasi muda bangsa ini?. Namun usaha pemerintah perlu kita apresiasi sebagai tindakan yang ingin menyelamatkan bangsa ini supaya tidak kehilangan karakter asli Indonesia. Namun usaha itu juga perlu didukung stake holder yang lain dan tidak hanya dibebankan pada pemerintah dan guru saja tapi peran masyarakat tidak kalah pentingnya terutama orang tua. Sebelum siswa menimba ilmu di sekolah, terlebih dulu mereka menyerap pendidikan dasar dari keluarga. Jadi inti dari pendidikan karakter itu adalah keluarga dan sekolah menambahkan nilai-nilai yang belum diberikan oleh keluarga dan diterapkan pada mata pelajaran. Jika memang rencana pemerintah ini berhasil maka akan tercipta kembali karakter-karakter yang dulu pernah ada. Masih lekat dalam ingatan ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, ketika ada guru yang akan mengajar di kelas maka pasti teman-teman berebut membawakan tas atau buku yang bapak/ibu guru bawa, ketika bertemu mereka maka kami dengan senyum terkembang akan menyapa "Selamat pagi/selamat siang pak/bu", kami pun juga suka mendatangi rumah guru jika kesulitan mengerjakan PR atau pelajaran yang belum kami pahami dengan berkelompok jadi kami merasa seperti teman saja. Ketika guru kami mengajar tak ada suara yang kami ciptakan agar guru kami tenang menerangkan dan kamipun bisa memahami dengan mudah. Semoga hal-hal itu bisa tercipta lagi dan bisa membuat pendidikan Indonesia benar-benar berkarakter bukan hanya tertulis saja di perangkat pembelajaran tapi juga dalam kehidupan pembelajran sehari-hari baik di rumah ataupun di sekolah. 

Mohon maaf jika ada kekurangan dalam penulisan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Procedure Text

Descriptive text

Narrative Text 1